Tuesday, March 20, 2012

Cerita 2 Sepuh ...


  Sepuh , Ampuh , Embuh ....



Menyambung pertemuan bapak dengan anak yang mirip gempa bumi endoterm. Emosi Merdhah sudah reda setelah dibuang dan dicharge lagi dengan dua piring nasi dengan lalap pete plus sauce kebanggaan yakni sambel trasi . Dalam suasana danversi yang semakin membingungkan itu,  mengikut pula Sengut saudara sepupu Merdhah. Meriah tuh !
                                                                                                                          

Merdhah     :
Membandingkan kualitas keris ? Dengan cara bagaimana ?

Sengut      :
Aku akan memilih yang bentuknya cocok dengan keinginan, sandangan warangkanya cantik dan kalau dipamerkan kelihatan gebyarnya. Lalu dikonsultasikan dengan orang tertentu. Kalau bertuah bagus menurut beliaunya akan aku pusakakan,  jika dikatakan tidak sesuai maka keris tersebut aku kembalikan ke asalnya.

Merdhah       :
Jadi patokan  pilihanmu itu berdasar petuah Sang Konsultan? Tidakkah
berkeinginan untuk memiliki pengetahuan tentang kualitas  keris ?

Sengut        :
Jelas mau tapi apa orang macam kita ini kuat ? berat lho ilmunya ! pakai tapa pendhem seratus hari segala, sebelum belajar.

Tualen          :
Memang berat bagi pemalas dan pengkhayal,  kita  tidak perlu tapa pendhem secara harafiah, sing penting ... kesungguhan untuk belajar dan menjauh dari klenikisme.

Sengut          :
Jadi bisa ya,  belajar eksoteri keris dengan sadar dan perut kenyang, Nggak pake kesurupan -  kesurupan kaya orang canggih ilmunya itu ?

Merdhah        :
Belum lagi belajar, sudah mencela orang lain! Memang seharusnya kamu bertapa  seumur hidupmu .
 
Tualen          :
Sudahlah  tidak perlu menggunjing..., dari kitab yang pernah saya baca menilai  tampilan keris ada beberapa ketentuan yakni utuh, sepuh, suguh atau garap. Utuh berarti bilah keris tidak ada cacat atau berkurang, dapur sesuai pakemnya. Sepuh berarti garapan jaman ratusan tahun sebelumnya dan suguh artinya tujuan pembuatan keris itu untuk siapa , bagaimana penggarapannya , kemudian siapa dan bagaimana perlakuan terhadap duwung tersebut.  Setelah ketiga syarat tersebut barulah kita melihat pamornya. Apakah pamornya baik  artinya utuh atau sudah cacat ....

Sengut         :
Wah Om , informasinya mirip berondongan uzzi , satu satu ya ! biar ada kriteria yang jelas dan nyanthol buat awam ini !

Tualen          :
Ya ... , pasang kupingmu ! Pertama utuh  artinya bilah tidak terpotong, kembang kacang tidak pugut, pesi  tidak prothol dan tidak disrumbung, ganja utuh, wadidang tidak berkurang  dan bentuk dhapur bukan hasil owah – owahan , alias rekayasa pasar sehingga berubah namanya. Meskipun demikian ada juga yang sudah berkurang awak awaknya tetapi masih terlihat jelas dapur asalnya, bisa dimaklumi untuk tangguh purwacaritra.

Merdhah      :
Tentang sepuhnya adakah hubungan dengan ampuhnya ?

Tualen       :
Nah , lu  !  terjebak pada klenikisme kan ?  Memang susah untuk melepas jeratan tuah. Kalau kita mau ngleluri budaya sebaiknya melihat kata sepuh itu dengan usia sejarah, yang tentunya di kalangan Kraton akan memiliki catatan sejarah tentang pusaka tertentu, juga dilihat nilai perjuangan pemilik sebelumnya. Tentang ampuh hanya Allah yang menentukan. Usia keris diperkirakan dengan cara menangguh, dengan mengamati keausan besi , model penerapan pamor, model ganja, model pesi, serta cakrik dengan melihat luk , bangkekan maupun condong lelehnya.


Merdhah  :
Kalau ada usaha membuat keris baru agar kelihatan lama ?

Tualen    :
Membuat bilah keris agar berkesan lama disebut kamalan , hal ini membuat rusak bilah keris di masa mendatang. Diperlukan kejujuran budaya sehingga bukan rekayasa demi kepentingan dapur tetap ngebul. Pemerhati tosan yang berpengalaman akan mudah membandingkan barang edisi kuno dengan yang baru dengan membuat garis kesamaan tentang bentuk khas dari ricikan keris, sehingga akan mudah dibedakan blak Singasari, Majapahit , Jenggala dll. Sedangkan buatan sekarang pun  akan memiliki ciri tersendiri.

Sengut     :
Kalau begitu tidak ada karya empu jaman sekarang yang bermutu dong !



Tualen    :
Salah besar anggapan ini !  Mahakarya seni selalu dibuat dengan cinta . Artinya akan digarap dengan kesungguhan dan totalitas penjiwaan Sang Empu . Jadi keris sekarang pun  banyak yang bermutu tinggi, tinggal pemiliknya yang perlu menorehkan sejarah mulia bagi bangsa dan negara. Tentunya tosan aji yang dibuat dengan massal untuk kebutuhan komersiil alias suvenir bagi turis tidak bisa disamakan dengan yang dibuat sebagai pusaka.

Sengut     :
Lebih bagus mana kalau aku pakai keris tayuhan dengan keris ageman ?


Merdhah    :
Menurutku keris apapun dipakai sampeyan nggak ada bagusnya.
Pakai keris untuk apa ? Karena sampeyan banyak ndekemnya daripada srawung. Mau pakai keris ageman untuk  kondangan ? sampeyan jarang datang malah nonton tv di rumah . Diminta untuk among tamu lengkap dengan busana kejawen ketika tetangga punya hajat mantu  saja kebanyakan alibi , alesane selope kekecilan lah ..,  itu lah … ,  pengin jadi pranatacara ... tidak mahir merakit basa . Wis jan tidak laku.
Apalagi memakai keris tayuhan, kambuh penyakit  pamernya , action menayuh biar dilihat orang , tapi sebenarnya persis ekspresi orang kebelet BAB, setelah kepentut ... kemudian keluar fatwa dlenyengan tidak sesuai pakem sejarah , malah latah , mengunggulkan diri dan kepentingannya m dan bertingkah bak Denbei Rakopen.

Sengut       :
Malah ngenyek ... !  Aku ini bener bener lho bisa berkomunikasi dengan keris !

Merdhah      :
Mengaku dengan seribu sumpah pun orang tidak percaya ... sebab orang
sudah apriori dengan omongan sampeyan , susah dicari ujungnya .
Ada baiknya sampeyan belajar tentang etika dalam peargaulan masyarakat tosan aji dan syukur kalau mau belajar tentang estetikanya

Sengut        :
Wis lah,  ngomong dengan orang tidak berperasaan memang susah...

Tualen        :
Stop pembicaraan sudah melenceng jauh jadi debat kusir semua. Pulanglah ,
kita  bahas lain waktu tentang menangguh !

Hening sejenak, anak anak dengan muka kecut dan lirik – lirikan dan entah siapa yang memberi aba aba mereka serempak ngembat kopi nggereng yang masih tersisa minimalis alias tinggal ampasnya dan disruput dengan kuatnya, dan .....     gebes – gebes tentunya.

oo0oo