Perang Ya … Perang – perangan
Dengan sedikit kacau, siang
itu Sengut ngos – ngosan dan dipaksa jadi
sprinter dadakan akibat dikejar – kejar oleh pesaing favoritnya. Aneh
para kompetitor itu terdengar sayup - sayup meneriakkan makian dan serapah, yang semakin
lama terdengar jelas oleh Merdhah karena mereka menuju ke arahnya. Kesendirian
Merdhah terganggu setelah Sengut
nggondheli celananya dari belakang untung tidak mlotrok.
Merdhah :
Apa – apaan ini orang
latihan lari buat lomba 10 K beregu kok
tidak kompak ? Mana bisa dapat piala Gubernur California ?
Sengut :
Dhi, tolong kakandamu yang
paling gantheng ini ya ! Mereka mau menghabisi riwayat hidup saya dengan sadis
akibat iri dengan keadaan saya yang poligami !
Sebul :
Jangan dibelain, Kang ! Orang
tak tahu diri macam dia harus diberi pelajaran ! nggak ada kapoknya ya ! Dan
ini bukan urusan poligami !
Merdhah :
Stop ! Karena Kang Sengut
sudah minta perlindungan ya biar aku yang ngurusi ! Nah mari kita minum dulu di
beranda , nanti kalau napas kita sudah tertata , kepala dan keringat kita sudah
mendingin, barulah kalian ceritakan apa yang terjadi !
Palet :
Begini lho , sebenarnya ini
bukan soal Sengut yang suka kawin cerai tetapi dia semena – mena pinjam keris
kami , dan tidak segera dikembalikan, nah hari ini kami tagih di rumahnya ,
kemudian tidak ada kata sepakat malah ngajak playon dengan kondisi balung tuwek
begini !
Sebul :
Bagimana kami tidak sewot,
keris Pulanggeni pujaan saya dikembalikan dalam bentuk luk tiga yang katanya
menjadi jangkung versi Jenggala, ngerti nggak kalau keris tersebut tadinya luk
lima entah bagaimana bisa prothol sepertiganya, Mesakke lagi kang Palet
kerisnya dhapur kalamisani katanya mau ditawarkan kepada konsumen berkantong
tebal, eeee….. malah berubah menjadi keris memper dapur pasupati. Ya kami minta
ganti sebesar rupiah yang telah kami keluarkan, dan dia tidak mau. Malah dia
minta uang untuk nomboki keris pengganti konon keris tersebut hasil rekomendasi
dukun top, dan dia keluar uang puluhan juta untuk itu ! Ora sudi , … kalau
tidak diganti dengan yang sedhapur dan sama tangguhnya maupun pamornya sida tak
glitho !
Sengut :
Lha suruh ngganti macam
begitu ya angel ! Lagian keris itu kan mau saya coba ampuhnya dengan diadu antar senjata, bukankah keris
biasa untuk perang ? Nah begitu tak jajal gapruk – gapruk malah prothol
wilahnya sedang yang lain hancur kembang kacangnya , berarti tidak ampuh. Lebih
hebat hasil menyedotnya mbah Kabur Kanginan, yang aku pakai ngiris kawat aluminium
bisa putus !
Merdhah :
Nah , Kang Sengut bikin ulah
lagi kan ? Orang sekampung sudah sangat risih dengan kelakuan sampeyan yang nggrathil
dan sok . Merusak milik orang lain merupakan ranah hukum pidana sedangkan soal
pinjam meminjam bisa diperdatakan !
Sengut :
Lho aku kan njajal dan uji
coba saja dalam rangka penelitian ampuh apa nggak, klo dibilang merusak aku
sudah berusaha ngganti dengan yang aku miliki, bahkan kalau dihitung
pengeluaranku lebih banyak , ya sudah sepantasnya kalau aku minta tombokan.
Palet :
Keris kalamisaniku belum
lunas aku membayarnya, kalau ditarik ulang oleh pemiliknya dan sudah berubah ...
sang pemilik tentu tidak mau dan tetap minta segera dilunasi, susah aku karena
nggak punya uang . Janji Sengut untuk menjualkan dengan keuntungan 400 persen
sungguh menggiurkan makanya aku percaya saja, eee … jadinya kok malih keris
owah – owahan.
Sengut :
Lho bukankah keris pasupati
lebih popular daripada dhapur kepunyaanmu, biar laku aku kreasikan dalam bentuk
itu. Sedangkan keris yang prothol aku emper dengan dhapur jangkung, termasuk
bagian bagian yang gumpil reges aku besut dengan amplas saja. Dengan demikian
aku bisa mendeklarasikan diriku sebagai mpu keris dari kampung ini dengan
spesialisasi urusan daur ulang !
Makanya kalau disuruh
ngganti uang ntar dulu coba aku dialog dulu dengan keris kalian, kalau diganti sepadan atau
nggak ? dan kelihatannya kalian yang
harus nombok !
Merdhah :
Sudah bersalah tidak mau
mengakui, malah ndobol liwat cangkem, ora idhep isin ! Pertama keris itu
merupakan karya tunggal artinya seorang mpu membabar keris tidak mungkin bisa
sama walaupun dhapur dan pamornya diupayakan sama , apalagi bila mpu itu sudah
meninggal tidak akan ada yang menyamai. Kedua , sampeyan menyebut diri Empu
keris , tinemu saka ngendi ? pekerjaan menempa saja tidak ngerti , jenis jenis
besi tidak tahu, pakem ricikan dan dhapur tidak menguasai apalagi blak keris
versi masing masing jaman. Belum lagi pakem pamor yang model maupun cara penggarapannya yang
berbeda-beda, dan sampeyan agaknya tidak pernah dengar tentang teknik drip,
cacah , gebag dan gedhig, macam begitu sampeyan mangsa mudhenga ! sudah jangan
sok ! Gelar Mpu itu diberikan oleh raja atau masyarakat yang tahu bahwa orang
tersebut pekerjaannya membuat tosan aji bukan alat pertanian apalagi tukang
ngowahi!
Sebul :
Pokoknya kalau kang Sengut
tidak mengganti dengan uang sesuai nominal pengeluaran kami mau tak ambil
barang yang ada mbuh tv color atau mesin cuci tak angkut !
Merdhah :
Kesenengen Kang Sengut ... ,
tontonan dia setiap hari cuma thole yang hobi nangis, sedangkan cuciannya
selalu diselesaikan Iyem , kalau mau , bawa saja mereka ditanggung kamu makin
repot. Sudahlah nanti saja biar kang Sengut dijemput yang berwajib untuk
menyelesaikan tanggung jawabnya .
Sengut :
Wah jangan dong ...! oke aku
mengaku salah , tapi nunggu aku kalau panen salak ya !
Sebul :
Kapan kamu panen salak ?
nanam salak saja nggak apalagi kebunnya, sudah sesuai dengan kenyataannya saja
, aku nunggu sampai kamu punya uang !
Merdhah :
Nah ini pelajaran bagi kita
semua, untuk menjadi pelestari tosan aji kita harus bersungguh sungguh, artinya
tidak mengelabui orang tentang tangguh, utuh dan garapnya sebuah tosan aji, demikian pula untuk mendapatkan
koleksi pusaka nggak perlu nyacat, yang ujung ujungnya pengin mendapatkannya
dalam harga yang murah itu tidak adil. Kita bisa saja berdagang sambil ngleluri
tosan aji dengan memberikan apresiasi kepada masyarakat dan menyediakan
kebutuhan akan tosan aji dengan informasi yang benar, apa bila kita menginginkan
tosan aji dengan mutu yang lebih baik untuk koleksi dan bahan belajar , maka
kita bisa melepas sebagian milik kita untuk modal mendapatkannya, saran saya ada
baiknya kalau tosan dari kita digulirkan kepada teman dengan demikian kita
masih bisa memantaunya.
Sebul :
Kang Sengut sering lho mengeluarkan sertifikat
keris dari kelompok tertentu dan kemudian kerisnya laku keras dan mahal !
Merdhah :
Biasanya mpu jaman dulu
bekerja atas pesanan kraton atau untuuk persembahan kepada sang raja yang
kemudian hasil karya itu di berikan kepada kerabat maupun ponggawa , dan
tentunya keris tersebut didata dalam daftar pusaka kraton, sedangkan bila yang
memesan itu adalah pihak luar kraton maka akan ada laporan dari mpu ke pihak
kraton tentang hasil karyanya. Jadi
sebenarnya sertifikat tersebut dikeluarkan oleh pihak kraton pakai nomor registernya lho ! persis seperti senjata api dan samurai. Meskipun kemudian
sebuah pusaka dibuat putran setahu saya harus seijin pemilik pusaka yang mau
diduplikat dan tentunya harus melapor supaya tercatat dalam daftar kraton ,
dalam perkembangan lebih lanjut di luar kraton ada juga yang memesan secara
sembunyi – sembunyi memesan keris untuk kepentingan pribadi dan tidak terdaftar
, keris semacam inilah yang kemudian menjadikan rucah dan tidak ada dalam
daftarnya dan kualitas garapnya akan dinomor sekiankan dengan lebih
mengetengahkan isue magis , lihat saja perbedaan cara pandang terhadap keris
pamengkang jagad orang kraton mengatakan jelek tetapi orang luar mengatakan
hebat , padahal bagi empu hal itu adalah karena misproduct Dengan demikian
terdapat dua kubu yakni keris kraton dan keris di luar kraton yang sebenarnya
lebih berfungsi sebagai media karya bagi calon Mpu keris, meski demikian
prinsip bahwa tosan aji harus terdaftar. Kita ingat saja penyerahan senjata api
baik rakitan sendiri maupun hasil selundupan pabrik luar negeri oleh GAM kepada
pemerintah RI merupakan bukti bahwa senjata dan pusaka adalah milik negara.
Sedangkan Kang Sengut
menjadi penangguh dalam sertifikat versinya saya nggak ngerti, kelihatannya dia tidak belajar untuk itu
tahu-tahu didhapuk menjadi penangguh upahan , kok aneh jadinya ? Melihat
perilaku dia yang tidak paham tentang
fungsi dan filosofi keris aku malah gumun ?
Sengut :
Apa salahnya kalau aku dan
kompanionku ikutan dalam mendata keris yang beredar di masyarakat ? Dan sekedar
tanya apa ada fungsi lain dari keris ?
Merdhah :
Kalau sekedar mendata
kemudian melaporkan kepada pihak kraton sambil menjadi perantara dalam
pemberian register dan sertifikatnya boleh saja, tetapi kalau mengeluarkan
sertifikat dan register sendiri tidaklah memiliki dasar yang benar. Keris dalam
perkembangannya memiliki berbagai fungsi antara lain fungsi sejarah , status
personal, spiritual, dan komersial nah fungsi yang terakhir inilah membuat keris tua maupun keris baru yang hight quality makin
langka , berubah menjadi keris rucah , owah-owahan , rekayasa baru menjadi lama
maupun keris kodian baru dengan mutu ecek ecek yang bumbu mistisnya yahud atau
ngaku aku dari kraton plus register yang diragukan.
Sengut :
Lho bukankah keris bisa
dijadikan sipat kandel seseorang ditujukan
agar ampuh dalam perangnya, yang
tentunya keris dibuat untuk membunuh dalam perang itu , menurutku itulah fungsi
mistis dan spiritualnya.
Merdhah :
Ngawur, fungsi spiritual itu
hanya sebagai alat upacara , yang berarti pelengkap sajen untuk mencukupi unsur
metal besi dari delapan unsur yang biasanya dipersembahkankan. Wah kalau kalian
mau melihat atraksi keris yang bisa standing pada kudup atau sebaliknya pada
pesinya tentu akan menganggap bahwa
keris tersebut sakti , yang pada kenyataannya , orangnya yang diberi kelebihan
untuk memindahkan energi ke benda mati. Sedangkan keris sebagai senjata pamungkas aku bisa menjelaskan begini
bahwa kalau dalam keadaan terpaksa sudah tidak ada senjata lain apaboleh buat ,
kemudian dipakai untuk mempertahankan
nyawa.
Palet :
Lho tidak seperti yang di
cerita sinetron tv itu ? kelihatannya kok heroik dengan menyandang keris,
bahkan klo ada pemeran dukun kok tidak serem bila tampil tanpa keris yang
lucunya hulu keris jawa kok madhep ke godongan warangka.
Merdhah :
Sudahlah tidak perlu
mengkorek kesalah di luar kita, yang lebih penting tatalah niat dan sadari
kapan kita harus komersial dan kapan kita berkewajiban seperti para pelestari
budaya ! toh kita ini masih anut grubyug ora ora ngerti rembug. Bahkan seperti
anak kerbau yang ikutan mejeng di malam minggu.
Ucapan akhir ini membuat
Sengut makin merengut, dilihatnya orang di sekeliling seolah makin jauh
dirinya, terbersit keinginan untuk melupakan dan terlewati hari ini dengan
segera sebab baginya jauh api dari panggang, memang sih nggak bakalan gosong,
tapi jiwanya kosong, untuk mengisinya dengan kembali bercengkerama antar sesama
panakawan seperti dulu, gengsi ah ... ,
kosong ... isi ... , kosong ... isi ... , kosong ....
oo0oo
oo0oo