Boleh Dan Tidak Boleh
Giliran yang sama anak – anak pun berdiskusi
, berhubung tanpa moderator dan agenda sidang yang jelas , so pasti ribut dan
eyel - eyelan untuk mendapatkan predikat the best. Manfaat yang didapat sudah bergeser
dari angan – angan mereka.
Sengut :
Boleh ikutan lihat pusaka
yang kamu bawa , Dhi ? Warangkanya nganeh anehi , barang pinjaman ya ? Kelihatannya
aku tahu pemiliknya.
Palet :
Pinjam kok main rebut , dan
langsung diunus, tidak menghargai pemiliknya
apalagi main tuduh yang
nggak – nggak. Sopan dong !
Sengut :
Lha ini kan dulu pernah
dibawa temanku dan katanya kepunyaannya yang mau dimaharkan, dan aku sempat
menawarnya. Aku dibilang tidak sopan memang dimana kekeliruanku ? Toh tidak ada
aturan tertulis tentang melihat keris orang.
Sebul :
Biasa , Kang Sengut ... dulu
juga ngenyek keris kesayanganku dengan mencela sana – sini.
Merdhah :
Ada normanya dalam pergaulan
masyarakat tentang tosan aji yang dilanggar oleh Kang Sengut dalam
memperlakukan pusaka orang dengar ya :
Pertama : Meminjam
keris hendaklah dengan ijin pemiliknya, dan diterima
dan diserahkan dengan menggunakan kedua tangan serta
berhadapan.
Kedua
: Keris haruslah dilolos dengan
tangan kanan memegang ukiran ,
tangan kiri menarik warangka sampai seluruh bilah terlihat, baru
bisa di perhatikan ricikan dan lain lainnya. Untuk mengembali-
kannya dilakukan hal yang sama, dalam proses berbalik. Menarik
bilah dengan tangan kanan sementara warangka diam tidak dige-
rakkan namanya ngunus keris mau mengajak berkelahi.
Ketiga
: Jangan memberikan penilaian
apapun terhadap keris orang lain
Kecuali bila diminta oleh pemiliknya.
Nah coba praktekkan saja
dari cara menerima sampai nglolos pusaka akan tampak serasi dalam melanjutkan
pembicaraan !
Sengut :
Oke maaf dech , begini betul nggak ? Rasanya kok wagu ya, lebih gagah
kalau nglolosnya kayak para samurai di pilem Jepang.
Sebul :
Lha sampeyan mau ngajak
gelut aku apa ? Kok malah ujungnya di acung – acungkan ke muka saya, risih tahu
?
Sengut :
Waloah, salah lagi . Oke
ujungnya aku pegang dengan jari telunjuk dan jempol kiri tangan kanan tetep
pegang pada ukiran, trus mata mendelik mengamati, bener kan ? Trus untuk
mendengar bunyinya bagaimana ?
Palet :
Tak balang sandhal sisan ,
itu keris bukan ringtone , kok saya ngawur ! pakai dithinthing memangnya
sampeyan tukang laras gamelan wong kelihatannya telinga sampeyan wis rada
kurang.
Sengut :
Wadhuuh , sewot ya wis
mangga tak aturke meneh , begini betul kan ?
Merdhah :
Nah , coba praktekan yang
benar, dengan begitu kita menunjukkan penghargaan kita terhadap pemiliknya !
Sebul :
Wah, kemarin Kang Sengut baru saja membeli
warangka baru sunggingan alas alasan dengan dasar putih, itu untuk para raja
kan ?
Merdhah :
Benar dan banyak yang
menjadi wewaler , contohnya warangka timaha bosokan, pendhok tretes rinaja
warna, kemalo merah adan banyak lagi. Kalau sudah diingatkan begini masih juga
ndableg memakainya pasti akan ada panyaruwe dari orang lain dan kalu itu di depan
khalayak , kok sungguh memalukan.
Sengut pun clula – clulu
pura – pura tidak memperhatikan kalimat yang terakhir. Entah malu atau tidak
punya malu, dan kita hanya bisa gedheg , gedheg, ... gedheg.
oo0oo