Thursday, March 22, 2012

Cerita 7, Boleh ....


Boleh Dan Tidak Boleh




   Giliran yang sama anak – anak pun berdiskusi , berhubung tanpa moderator dan agenda sidang yang jelas , so pasti ribut dan eyel - eyelan untuk mendapatkan predikat  the best. Manfaat yang didapat sudah bergeser dari angan – angan mereka.

Sengut :
Boleh ikutan lihat pusaka yang kamu bawa , Dhi ? Warangkanya nganeh anehi , barang pinjaman ya ? Kelihatannya aku tahu pemiliknya.

Palet :
Pinjam kok main rebut , dan langsung diunus, tidak menghargai pemiliknya
apalagi main tuduh yang nggak – nggak. Sopan dong !

Sengut :
Lha ini kan dulu pernah dibawa temanku dan katanya kepunyaannya yang mau dimaharkan, dan aku sempat menawarnya. Aku dibilang tidak sopan memang dimana kekeliruanku ? Toh tidak ada aturan tertulis tentang melihat keris orang.

Sebul :
Biasa , Kang Sengut ... dulu juga ngenyek keris kesayanganku dengan mencela sana – sini.

Merdhah :
Ada normanya dalam pergaulan masyarakat tentang tosan aji yang dilanggar oleh Kang Sengut dalam memperlakukan pusaka orang dengar ya :

Pertama :  Meminjam keris hendaklah dengan ijin pemiliknya, dan diterima
                 dan diserahkan dengan menggunakan kedua tangan serta
                 berhadapan.
Kedua    :  Keris haruslah dilolos dengan tangan kanan memegang ukiran ,
                  tangan kiri menarik warangka sampai seluruh bilah terlihat, baru
                  bisa di perhatikan ricikan dan lain lainnya.  Untuk mengembali-
                  kannya dilakukan hal yang sama, dalam proses berbalik. Menarik
                  bilah dengan tangan kanan sementara warangka diam tidak dige-
                  rakkan namanya ngunus keris mau mengajak berkelahi.
Ketiga    :  Jangan memberikan penilaian apapun terhadap keris orang lain
                  Kecuali bila diminta oleh pemiliknya.

Nah coba praktekkan saja dari cara menerima sampai nglolos pusaka akan tampak serasi dalam melanjutkan pembicaraan !

Sengut :
Oke maaf dech , begini betul nggak ? Rasanya kok wagu ya, lebih gagah kalau nglolosnya kayak para samurai di pilem Jepang.

Sebul :
Lha sampeyan mau ngajak gelut aku apa ? Kok malah ujungnya di acung – acungkan ke muka saya, risih tahu ?

Sengut :
Waloah, salah lagi . Oke ujungnya aku pegang dengan jari telunjuk dan jempol kiri tangan kanan tetep pegang pada ukiran, trus mata mendelik mengamati, bener kan ? Trus untuk mendengar bunyinya bagaimana ?

Palet :
Tak balang sandhal sisan , itu keris bukan ringtone , kok saya ngawur ! pakai dithinthing memangnya sampeyan tukang laras gamelan wong kelihatannya telinga sampeyan wis rada kurang.

 Sengut :
Wadhuuh , sewot ya wis mangga tak aturke meneh , begini betul kan ?

Merdhah :
Nah , coba praktekan yang benar, dengan begitu kita menunjukkan penghargaan kita terhadap pemiliknya !

Sebul :
Wah,  kemarin Kang Sengut baru saja membeli warangka baru sunggingan alas alasan dengan dasar putih, itu untuk para raja kan  ?

Merdhah :
Benar dan banyak yang menjadi wewaler , contohnya warangka timaha bosokan, pendhok tretes rinaja warna, kemalo merah adan banyak lagi. Kalau sudah diingatkan begini masih juga ndableg memakainya pasti akan ada panyaruwe dari orang lain dan kalu itu di depan khalayak , kok sungguh memalukan.


Sengut pun clula – clulu pura – pura tidak memperhatikan kalimat yang terakhir. Entah malu atau tidak punya malu, dan kita hanya bisa gedheg , gedheg, ... gedheg.

oo0oo